Home » Cerpen » OMEN

OMEN

‘Prak, Prak, kedebug’ meong….erggg, meong.

“Pak, Pak bangun deh, suara berisik kucing itu lagi, ih…ganggu orang tidur aja” kataku jengkel

“Astagfirullah, ini nih kucing liar kalau diempanin ikan terus, berantemnya gak di rumah orang-orang, liatin aja besok gue sambit pake sandal, biar pada modar,” gerutu suamiku.

“Hus, hus udah pergi sana sudah,” kataku sambil menyiramnya dengan air dan sapu saat kucing itu turun.

Ternyata kucing yang asyik bergulat itu satu diantaranya Aku mengenalinya, ya benar, dia adalah Omen kucing yang kuberi pakan tiap kali Aku masak ikan. Memang menjadi kebiasannya selalu parkir di teras rumahku kala Ia mencium hidangan yang kumasak.

Pagi ini Aku dan suamiku tak lelap tidur, karena mimpi kami terganggu bisingnya gurauan dan gulatan si omen dan teman duelnya si kaos kaki. ya benar, kuberi nama kucing duelnya dengan nama kaos kaki, sebab warna bulu putih yang tumbuh hanya di tangan dan kakinya seperti kucing yang pakai kaos kaki maka, kuberilah kucing ini dengan nama kaos kaki, selain warna putih di kaki dan tangannya kepala, badan sampai ekornya pun berwarna abu-abu sama halnya dengan warna bulu si Omen.

Mata merahku sungguh sangat menggangguku untuk belanja sayur hari ini, selain malu aku pun menjadi tak fokus berjalan karena jalanku yang gontai tak terarah.

“Mpok, mau belanja yah?” tanya bu RT pagi ini

“Eh…bu RT, iya nih,”jawabku

“Oh begitu, bareng dong…mau masak apa?” tanyanya lagi

“Ayo, ehm…bingung saya bu RT, liat sayuran yang ada aja,” jawabku sambil menguap

“Eh…rupanya kau ngantuk sekali yah mpok”tanyanya lagi

“Iya, semalem tidurku keganggu sama kucing yang bergulat di atas genteng rumah,”kataku

Tak lama kami pun sampai lokasi tempat belanja sayur, dan seperti biasa menu sederhana yang akan kumasak hari ini sayur asem dan ayam yang akan kujadikan menu sayur goreng asem dan ayam goreng sambel mentah. Selepas kubelanja, tak langsung ku olah sayurannya, melainkan kutaruh begitu saja di lemari pendingin.

Belum lama ku tutup pintu, terdengar samar-samar dari balik pintu, kudengar sayup-sayup suara meong, ah…mungkin ku mengantuk gara-gara suara yang menganggu tidurku dan suamiku semalam.

“Bu…dengar suara kucing lagi gak, coba lihat kayaknya dari luar pintu,” teriak suamiku.

“Bu…ada suala omen, coba liat deh, ada omen Bu…ayo bu…Abang liat omen bawa titus,” kata anakku menarik-narik daster kesayanganku.

“Iya, bentar, bentar,”kataku bingung mendengar maksud perkataan anakku.

Kubukalah pintu yang memisahkan dua sisi rumah mungilku.

“Astagfirullah…ya Allah, ya Ampun….Omen, keterlaluan yah…bawa apa kamu ke rumahku dasar kucing gak punya akhlak,”teriakku sejadi-jadinya memarahi kucing yang mungkin gak mengerti omonganku ini.

“Sssst…ada apa sih bu, pagi-pagi udah teriak-teriak, malu sama tetangga,” ucap suamiku.

“Bagaimana Aku gak teriak pak, coba lihat sendiri apa yang dibawa si Omen, buat Aku mual, ternyata ini yang dilihat anakmu,” kataku jengkel.

“Lia tapa sih, astagfirullah, makanya bu…jangan dikasih pakan mulu kucing liar di sini, lihat tuh dibawain makanan favoritnya kan…hahaha, mana darahnya kemana-mana lagi, ih…kalau udah begini kan Aku lagi yang bersihin ini semua,” keluh suamiku sambil bersihkan.

“Dasar Omen…sudahku berikan makanan enak walau cuma kepala dan tulang belulang dari makananku, ini balasanmu kepadaku,” teriakku di depan muka si Omen.

“Gak usah teriak-teriakin Omen Bu….mana dia ngerti, mending kayak Bapak,” katanya mencontohkan.

‘Wuuuushhh Buuuug gedebug’

Sendalpun melayang tepat kea rah kepala si Omen.

“Hahaha, rasakan itu bogeman sendalku, makanya kalau sudah dikasih pakan, harusnya yang kau bawa ayam kek, atau ikan kek, biar istriku masakinnya untukmu kan sama-sama menguntungkan,” ucap suamiku puas.

“Udah pak…hahaha, mana kucing itu ngerti,”ucapku kasihan tapi juga menggelikan.

“Iya nih Bapak kasian tau, lagian mana kucing itu ngelti ya bu,” kata anak semata wayangku menimpali ucapanku.

Kegeraman suamiku membuat si Omen lari tunggang langgang sambil mengibaskan kepalanya yang pusing karena kena sandal yang mendarat di kepalanya. Omenpun pergi sambil mengeong tanda kesakitan.

Pagi yang menjengkelkan, sampai ku lupa kalau harus masak untuk makan siang, suami dan anakku membersihkan bekas tikus yang terkulai lemas di teras rumahku, sedangkan ku menyibukkan diri masak di dapur.

Tak lama adzan dzuhurpun berkumandang, masakanku pun selelsai dihidangkan, sedangkan suami dan anakku pun selesai mandi dan siap-siap salat ke masjid karena kebetulan rumahku berdekatan dengan masjid yang tepat di belakang rumahku. Sambil menunggu suami dan anakku pulang dari salat, Aku pun salat di rumah karena usai salat aku bergegas menonton serial drama yang kusuka. Sedang asyik menonton kudengar kembali suara mengeong di balik pintu.

“Ih…suara itu lagi, suara mencekam yang menghantuiku karena rasa bersalah membiarkan suamiku membegalnya,” ucapku sambil membuka pintu luar

“Ya Allah….masya Allah ini kucing, bawa apa kamu,” ucapku takjub

Tak lama ku keheranan, suami dan anakku pulang dari masjid, bergegas lari karena penasaran dengan apa yang kulihat.

“Ada apa bu?,”tanya suamiku penasaran

‘Meong,meong,meong’

“Oh…kucing itu lagi wah ternyata Ia kembali untuk meminta maaf,” ucap suamiku

“Iya pak, kucing yang tadi pagi datang, Omen namanya, Ia membawakan seplastik ayam potong mentah ke rumah kita, ternyata Omen mendengarkan perkataanmu tadi pagi, “ kataku terharu dan meneteskan air mata senang

“Kucing pintar, nah…begitu dong…kan kami jadi senang,”ucap suamiku mengelus kepala Omen “Maafkan saya yah telah melepaskan hantaman sandalku ke kepalamu.”

            Omen sedikit takut dan mencoba menjauhi belaian jemari suamiku, mungkin dalam hatinya bicara “Hemmm, orang itu lagi,” seolah Omen mengingat apa yang terjadi padanya.

Akhirnya kami pun mencoba membujuknya untuk bersama-sama makan siang di teras rumah.